Surabaya, 18 Mei 2025 — Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KA) bukan hanya tentang kemampuan teknis, tetapi juga penguatan soft skills seperti tanggung jawab digital, keamanan data, dan etika penggunaan teknologi. Pernyataan tersebut menjadi salah satu pesan kunci Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Dr. Fajar Riza Ul Haq, M.A. yang disampaikan kepada ratusan calon pengajar pelatihan Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Arifisial (KA).
Direktorat Guru Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru, Kementerian Pendidikan, Dasar dan Menengah kembali menyelenggarakan Bimbingan Teknis Training of Trainer (ToT) Pembelajaran Koding dan KA jenjang Pendidikan Dasar pada tanggal 13 s.d. 18 Mei 2025 di Surabaya, kegiatan kali ini menjadi pelatihan angkatan ketiga setelah sebelumnya dilaksanakan di Jakarta dan Semarang.
Peserta pada Bimtek ToT ini berasal dari unsur Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) dan Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Jawa Timur. Peserta secara keseluruhan berjumlah 232 orang yang berasal dari berbagai wilayah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Lebih dari 70% peserta yang hadir merupakan perwakilan LPD. Hal ini sejalan dengan semangat partisipasi semesta yang digaungkan Bapak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dalam upaya mewujudkan “Pendidikan Bermutu untuk Semua.”
Dalam kesempatan yang sama Wamendikdasmen Fajar Riza Ul Haq mengingatkan kepada para peserta tentang pentingnya membangun kesadaran etis dalam pembelajaran teknologi. Ia mengutip pemikiran sejarawan Denys Lombard yang menilai budaya Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka dan positif terhadap pengaruh luar. “Itu sebabnya masyarakat kita relatif mudah menerima perkembangan teknologi seperti kecerdasan artifisial,” ujarnya.
Wamendikdasmen juga merujuk laporan Stanford University tahun 2025 yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia termasuk paling optimistis terhadap perkembangan KA, sejajar dengan China dan Thailand. Namun, ia mengingatkan bahwa optimisme ini harus disertai tanggung jawab etis.
“Jangan sampai kita dianggap sebagai bangsa yang latah,” tegasnya, seraya menekankan bahwa pengembangan KA harus berlandaskan prinsip human-centered, dan penting bagi pendidik untuk membekali peserta didik dengan nilai-nilai kewargaan digital (digital citizenship).
Wamendikdasmen juga menyinggung arah kebijakan pendidikan ke depan, yang akan menerapkan pendekatan pembelajaran mendalam yang berfokus pada pemahaman substansi, penerapan nyata, dan refleksi.
“Saya berharap para calon fasilitator tidak hanya mampu mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, berpikir kritis, dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi di lingkungan sekolah masing-masing,” pungkasnya.
Kebijakan pembelajaran Koding dan KA dirancang oleh Kemendikdasmen untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan era digital. Tanpa literasi digital yang memadai, generasi muda dikhawatirkan akan menghadapi kesulitan dalam bersaing di dunia kerja yang makin berbasis teknologi.
Direktur Guru Pendidikan Dasar Rachmadi Widdiharto dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan menyatakan integrasi koding dan KA dalam kurikulum sekolah bukanlah sekadar inovasi, melainkan kebutuhan fundamental dalam membangun sumber daya manusia yang unggul dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Rachmadi menyampaikan harapannya agar para peserta dapat menjadi pengajar yang tangguh dalam mendiseminasikan pembelajaran koding dan KA kepada guru-guru di wilayah kerja masing-masing. Beliau mengingatkan bahwa para peserta bimtek akan memainkan peranan penting dalam memperluas jangkauan, memperkuat kualitas, serta mempercepat transformasi pendidikan digital di seluruh Indonesia.