Jakarta, Kemendikdasmen - Kemampuan numerasi memegang peran penting untuk membentuk pola pikir logis, kritis dan sistematis pada murid. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa capaian numerasi di satuan pendidikan Indonesia masih tergolong rendah. Sedangkan kecakapan numerasi sangat berpengaruh dengan kemampuan murid dalam mengambil keputusan berbasis data dan memecahkan masalah pada situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai informasi, dalam Data Rapor Pendidikan 2022 menunjukkan bahwa dua dari tiga murid jenjang SD memiliki kecakapan numerasi yang jauh di bawah kompetensi minimum. Hasil ini mirip dengan temuan PISA 2022, yakni kemampuan sains pelajar Indonesia yang baru mencapai tingkat dasar, artinya baru mampu mengidentifikasi fenomena ilmiah dengan sederhana.
Dalam upaya untuk menjawab tantangan tersebut, Direktorat Jenderal Guru, Tenaga Kependidikan dan Pendidikan Guru, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen GTKPG), Nunuk Suryani, mendorong penguatan budaya numerasi di sekolah melalui Gerakan Numerasi Nasional.
“Jika bicara tentang numerasi, sebagian besar orang akan berpikir bahwa hal itu identik dengan matematika dan ilmu hitung. Karena seringkali jadi menimbulkan kesan sulit dan menjadi momok bagi murid yang berdampak kepada rasa pesimis dalam mempelajarinya. Kita akan luruskan, jika numerasi bukanlah sesuatu hal yang sulit, apabila memahami konteksnya dengan benar,” ujar Dirjen Nunuk pada siaran langsung di Instagram “Ngopi Bareng Bu Nunuk”, Rabu (30/4).
Dirjen Nunuk mengungkapkan bahwa Gerakan Numerasi Nasional ini merupakan kolaborasi lintas pemangku kepentingan untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan dalam merancang strategi pembelajaran yang kaya akan numerasi.
Lebih lanjut, ia menekankan kepada para guru tentang pentingnya metode pengajaran Matematika yang menyenangkan, bermakna dan menggembirakan. Sehingga diharapkan agar mengubah stigma negatif dan murid-murid menjadi lebih antusias karena dapat merasakan manfaatnya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Guru Pendidikan Dasar, Rachmadi Widdiharto, menambahkan tentang peran penting para guru dalam mewujudkan tujuan Gerakan Numerasi Nasional. Menurutnya, guru perlu mengembangkan tiga aspek kompetensi untuk mendukung gerakan ini.
Ia menuturkan aspek kompetensi didukung oleh pengetahuan profesional, di mana guru perlu memahami bahwa numerasi tidak hanya terbatas pada hitung-hitungan. Guru perlu memahani tentang praktik pembelajaran profesional bahwa guru harus dapat menghadirkan pembelajaran numerasi yang kontekstual dan menyenangkan, mengintegrasikan numerasi dalam mata pelajaran lainnya seperti IPA, IPS, Bahasa, dan Ekonomi, serta melatih siswa berpikir kritis melalui kegiatan rutin seperti “Bincang Numerasi”, selama 10–15 menit setiap hari di sekolah.
Selanjutnya, pengembangan profesi agar guru perlu aktif dalam pelatihan, komunitas belajar, dan refleksi pembelajaran. “Guru adalah ujung tombak dalam membudayakan numerasi di satuan pendidikan. Maka, penting bagi guru untuk terus memperkuat pemahaman, praktik, dan pengembangan diri untuk meningkatkan kompetensi numerasi,” tutur Rachmadi.
Hal yang sama diutarakan oleh salah satu guru dari SD Katholik Waimamongu, Kabupaten Sumba Tengah, Theresia Sri Rahayu, yang bercerita praktik baik terkait terkait strategi pembelajaran numerasi berbasis Coding AI berbentuk permainan yang menyenangkan di kelas.
“Awal mula permainan yang saya kembangkan terkait numerasi ini mengintegrasikan sebuah model Realistic Mathematics Education (RME), yaitu pendekatan yang mengaitkan masalah numerasi dengan konteks yang relevan bagi anak-anak. Saya buatkan dalam format coding AI karena ini yang sedang kekinian, ya,” jelas Theresia.
Menariknya, Theresia mengatakan bahwa ide ini muncul berawal dari keluhan murid-muridnya tentang sulitnya belajar matematika apalagi saat menghadapi ujian. Hal itu juga dibuktikan dengan hasil Rapor Pendidikan di sekolah tempat ia mengajar yang capaian numerasinya berada di level sedang. Kemudian bersama kepala sekolah dan para guru, ia mencari solusi agar anak-anak dapat antusias dengan pelajaran matematika.
“Akhirnya kami dapatkan ide mengaitkan pembelajaran numerasi dengan permainan. Lalu, kami buat berbagai level agar anak-anak merasa tertantang. Menariknya, mereka bahkan merasa seperti tidak sedang belajar matematika karena ada unsur sains, agama, dan konteks kehidupan sehari-hari yang kami masukkan ke dalam permainannya. Dampaknya, perlahan murid-murid saya menjadi lebih percaya diri, lebih kritis, dan lebih berani untuk mengemukakan pendapat,” ujarnya.
Harapan dari Gerakan Numerasi Nasional untuk meningkatkan kemampuan numerasi peserta didik. Oleh karena itu, perlu dukungan dari orang tua, guru, dan masyarakat, guna menciptakan pembelajaran, yang lebih efektif, mudah dipahami, inklusif, dan menyenangkan.*** (Penulis: Tim GTKPG, Ririn/Editor: Denty A.)